Saudaraku kaum Muslimin rohimaniyallohu wa iyyaakum ….
Kita semua tentu telah mengetahui, bahwa Alloh Ta’ala menciptakan kita hidup di dunia ini adalah untuk beribadah dan mentauhidkan-Nya (mengesakan Alloh dalam beribadah tersebut), dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
Sebagaimana hal itu ditegaskan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ (٥٦)
“Dan Aku (Alloh) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS Adz-Dzariyat : 56)
Setelah kita mengetahui hal itu, berikut ini akan kita kaji dan kita pelajari secara ringkas dan sederhana, apa keutamaan ber-tauhid itu. Untuk mengetahuinya, tentunya kita harus memperhatikan dalil-dalil dari Al-Qur’an maupun Sunnah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam tentang hal tersebut.
Diantara dalil yang menunjukkan keutamaan Tauhid, adalah sebagaimana dalam firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala :
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ (٨٢)
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedholiman (yakni syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan, dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al-An’am : 82)
PENJELASAN MAKNA PER KATA :
الَّذِينَ آمَنُوا =
orang-orang yang beriman, (yakni) orang-orang yang membenarkan dengan hati mereka, yang mengucapkan/mengikrarkan dengan lisan mereka, dan yang beramal dengan anggota tubuh mereka. Dan pokok dari itu semua adalah masalah Tauhid (mengesakan Alloh Ta’ala dalam beribadah kepada-Nya).
َ لَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُم =
tidak mencampuradukkan iman/tauhid mereka
بِظُلْمٍ =
dengan kedholiman, maksudnya adalah dengan kesyirikan. Dholim yang dimaksud disini adalah lawan dari keimanan/tauhid, yaitu syirik.
Oleh karena itu, ketika turun ayat ini, maka sebagian sahabat merasa berat karenanya. Mereka berkata : “Siapakah diantara kita yang tidak pernah berbuat dholim pada diri sendiri ?” Maka Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda (untuk menjelaskan makna yang benar tentang pengertian dholim yang dimaksud dari ayat tersebut, edt.) : “Perkara ini tidaklah sebagaimana yang kalian sangka. Sesungguhnya hanyalah yang dimaksud dengannya (yakni makna dholim tersebut) adalah syirik.
Tidakkah kalian pernah mendengar perkataan seorang laki-laki yang sholih (yakni Luqman, ketika dia berkata pada putranya,edt.) :
يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (١٣)
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah (berbuat syirik). Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedholiman yang besar". (QS Luqman : 13) (HR Imam Al-Bukhori (3/484), dari Ibnu Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh berkata :
“Dan orang-orang (yakni para sahabat) yang merasa berat (dengan turunnya ayat ini), mereka menyangka bahwa dholim yang disyaratkan/disebutkan dalam ayat ini adalah kedholiman seorang hamba terhadap dirinya sendiri. Dan mereka juga mengira bahwa tidak akan mendapatkan rasa aman dan tidak pula akan mendapatkan hidayah/petunjuk, kecuali bagi orang yang tidak mendholimi dirinya sendiri. Maka kemudian Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam memberikan penjelasan pada mereka bahwa syirik itulah kedholiman sebagaimana yang diinginkan dalam Kitabulloh (Al-Qur’an). Maka tidak akan memperoleh rasa aman dan juga hidayah/petunjuk, kecuali bagi orang yang tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedholiman ini (yakni syirik)……dst.” (Majmu’ Al-Fatawa (7/79-82), lihat pula dalam Fathul Majid lii Syarh Kitab At-Tauhid (hal. 71), dengan tahqiq dari guru kami, Syaikh Muhammad bin Ali bin Hizam hafidzhohulloh)
الأمْنُ =
rasa aman, yakni tenangnya jiwa dan hilangnya rasa takut
مُهْتَدُونَ =
orang-orang yang mendapat petunjuk, (yakni) yang mendapatkan petunjuk agar mereka berjalan terus di atas shirothol mustaqim, dan tetap kokoh di atasnya.
PENJELASAN MAKNA AYAT SECARA GLOBAL :
Syaikh Sholih Al-Fauzan hafidzhohulloh menjelaskan : “Alloh Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan, bahwa orang-orang yang mengikhlaskan ibadahnya hanya karena Alloh Ta’ala saja, dan tidak mencampuradukkan ibadah/tauhid mereka dengan kesyirikan, maka mereka itu akan mendapatkan rasa aman dari ketakutan dan perkara-perkara yang dibenci pada hari kiamat nanti, dan mereka itu juga adalah orang-orang yang mendapat petunjuk untuk menempuh/berjalan di atas shirothol mustaqim (jalan yang lurus).” (Al-Mulakhkhosh fii Syarh Kitab At-Tauhid, hal. 22)
Al-Imam Ibnu Katsir rohimahulloh dalam tafsirnya juga menjelaskan : “Mereka itu adalah orang-orang yang mengikhlaskan ibadah mereka hanya kepada Alloh Ta’ala dan mereka juga tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Maka mereka itu adalah orang-orang yang mendapatkan rasa aman pada hari kiamat nanti (dari adzab Alloh Ta’ala dan kengeriannya, edt.), dan mereka adalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk di dunia dan di akhirat.” (Tafsir Al-Qur’anil Adzim, 2/210)
Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin rohimahulloh juga menjelaskan : “Kebanyakan para mufassirin (ahli tafsir), mereka mengatakan tentang ayat : “mereka itulah yang mendapat keamanan/rasa aman”, yakni rasa aman di akhirat, dan mendapatkan hidayah/petunjuk di dunia. Yang benar, hal ini bermakna umum, yakni rasa aman dan mendapat petunjuk itu (akan mereka peroleh) di dunia dan juga di akhirat.” (Al-Qoulul Mufid ‘ala Kitab At-Tauhid, hal. 42-43). Wallohu a’lam.
FAEDAH DARI AYAT TERSEBUT :
Faedah atau pelajaran penting yang bisa kita ambil dari ayat yang mulia tersebut di atas, diantaranya adalah :
*1. Keutamaan Tauhid dan buahnya di dunia dan di akhirat.
*2. Bahwa Syirik itu adalah suatu kedholiman, yang bisa membatalkan keimanan terhadap Alloh Ta’ala apabila syiriknya itu adalah syirik akbar (syirik besar), atau bisa mengurangi keimanan terhadap Alloh Ta’ala apabila syiriknya itu adalah syirik asghor (syirik kecil).
Ya, syirik itu termasuk salah satu jenis kedholiman. Hal itu karena kedholiman itu terbagi menjadi beberapa macam :
(1) Kedholiman yang paling dholim (yang paling besar), yakni menyekutukan hak Alloh Ta’ala (yakni dengan menyekutukan Alloh dalam beribadah).
(2) Kedholiman seseorang terhadap diri sendiri, (yakni dalam bentuk) dia tidak memberikan hak dirinya sendiri, seperti : berpuasa terus tanpa berbuka, atau bangun untuk sholat malam tanpa tidur sedikitpun (atau dengan dia berbuat maksiat dan dosa-dosa terus menerus).
(3) Kedholiman seseorang terhadap orang lain, seperti : menyakiti seseorang dengan memukulnya, membunuhnya, atau mengambil hartanya, atau yang semisal itu. (lihat : Al-Qoulul Mufid ‘ala Kitab At-Tauhid, hal. 42)
*3. Bahwa (dosa) syirik itu tidak akan diampuni oleh Alloh Ta’ala
*4. Bahwa berbuat syirik (menyekutukan Alloh dalam beribadah) itu akan menyebabkan (munculnya) rasa takut di dunia dan di akhirat.
*5. Keterkaitan ayat tersebut di atas dengan judul yang disebutkan (tentang keutamaan Tauhid), yakni : Bahwa Alloh Ta’ala menetapkan rasa aman bagi orang yang tidak berbuat syirik (menyekutukan Alloh dalam beribadah). Dan orang yang tidak berbuat syirik, maka dia menjadi Muwahhid (orang-orang yang bertauhid/mengesakan Alloh dalam beribadah).
Maka hal ini menunjukkan bahwa termasuk keutamaan tauhid adalah “tetapnya rasa aman” (di dunia maupun di akhirat, dari semua perkara yang ditakuti). Wallohu a’lam bis showab.
Maroji’ (kitab rujukan) :
1. Al-Qoulul Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid, karya Syaikh Al-Utsaimin rohimahulloh.
2. Al-Mulakhkhosh fii Syarh Kitab At-Tauhid, karya Syaikh Sholih Al-Fauzan hafidzhohulloh.
3. Fathul Majid li Syarh Kitab At-Tauhid, karya Syaikh Abdurrohman bin Hasan bin Muhammad bin Abdil Wahhab rohimahulloh, dengan tahqiq dari guru kami, Syaikh Muhammad bin Ali bin Hizam hafidzhohulloh.
(Penyusun : Abu Abdirrohman Yoyok WN Sby)